18 Nov
Di Tangan Vania Santoso, Karung Semen “Disulap” Jadi Tas Cantik

Di usia 12 tahun, Vania Santoso kecil menyimpan keresahan tentang persoalan lingkungan setelah rumah tempatnya bernaung di Surabaya, Jawa Timur, terendam banjir.

Bersama kakaknya, Agnes Santoso, Vania membentuk komunitas yang peduli pada isu-isu dan permasalahan lingkungan pada 2005. Ia menyebutnya sebuah proyek sosial yang fokus mengedukasi masyarakat dan siswa tentang berbagai isu lingkungan.

Konsistensi Vania membangun kepedulian lingkungan membuahkan berbagai penghargaan.

Kini, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga itu, fokus menjalankan usaha socio-preneur dengan memproduksi berbagai produk fesyen dengan mengusung brand “heySTARTIC”. Produk andalannya adalah tas berbahan bekas karung semen.

Di tangan Vania, bekas karung semen itu “disulap” menjadi aneka produk bernilai jual tinggi.

Usaha ini dijalankan Vania dengan melibatkan masyarakat sekitar dan beberapa wilayah di Jawa Timur.

Ditemui saat Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) Expo, di Denpasar, Bali, beberapa waktu lalu, Vania berbagi ceritanya.

Penghargaan internasional pertama

Dua tahun membangun komunitas peduli lingkungan, pada 2007, proyek sosial Vania dan Agnes, memenangkan kompetisi Lingkungan Internasional “Volvo Adventure” di Swedia yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Proyek itu bernama “Useful Water for A Better Future”. Dari ajang ini, ia meraih pendanaan internasional untuk pengembangan proyek lingkungan senilai 10.000 dollar AS. Uang pendanaan itu digunakan untuk berbagai proyek yang menunjang keberlangsungan komunitas.

“Di sisi lain mikir, untung menang, kalau enggak ada sponsor gimana? Harus dipikirkan keberlanjutan finansial gimana,” kata Vania.

Kemenangan itu tak membuat Vania larut. Ia terus berinovasi untuk menghasilkan produk yang layak jual. Berbekal hobi hand crafting, Vania merintis usaha produk daur ulang. Brand heySTARTIC dipilih sebagai akronim dari Start Being Exotic and Ethical.

Produk daur ulang itu kerap dibawanya saat ada kesempatan ke luar negeri. Di luar dugaan, penjualan dan apresiasinya selalu tinggi.

Inovasi tas berbahan karung semen

Produk yang kini terus dikembangkan dan menjadi andalan heySTARTIC adalah produk fesyen dengan bahan baku bekas karung semen.

Produk-produk itu di antaranya, tas tangan, laptop case, dompet, dan lain-lain. Sekilas, orang akan mengira bahwa produk itu merupakan produk kulit, bukan daur ulang karung semen.

Harga produknya bervariasi, mulai Rp 50 ribu hingga Rp 800 ribu.

Vania mengisahkan, inovasi ini awalnya muncul dari warga yang dibina oleh komunitasnya. Para warga ini dibina mengelola bank sampah di tiga wilayah, yaitu Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.

“Sampah apa pun yang masuk, dipikirin dikelola jadi apa. Bungkus kemasan kopi, koran, dan akhirnya jatuh di kertas semen. Ternyata, punya nilai jual juga di Indonesia,” kata Vania.

Berbagai eksperimen dilalui untuk mendapatkan model dan kualitas seperti yang dipasarkan saat ini. Terutama, untuk mendapatkan pelapis yang tahan lama dan menghasilkan produk dengan kualitas baik.

Menurut Vania, pelapis yang digunakan benar-benar ramah lingkungan dan tahan air. Dalam menjalankan heySTARTIC, Vania dibantu 11 orang warga yang dibinanya.

“Kalau ada project besar, mereka bisa jadi supervisor di daerah mereka. Plus, kalau ada workshop mereka juga bisa jadi pelatihnya,” ujar Vania.

Selain itu, dalam tim manajemen heySTARTIC, Vania melibatkan anak-anak muda, mulai dari siswa SMA hingga mahasiswa. Demikian pula para relawan yang terlibat dalam berbagai kegiatan sosial.

“Jadi yang support untuk workshop sebagai co-facilitator misalnya, dari anak SMA sampai kuliahan paling banyak,” kata dia.

Belajar dari para entrepreneur mapan

Proses yang dilalui Vania tak instan. Ia sempat jatuh-bangun, berpikir bagaimana produk-produk daur ulang bisa diapresiasi oleh konsumen Tanah Air. Dari pengalamannya, menjual produk di luar negeri lebih mudah jika dibandingkan dengan di Indonesia.

Namun, Vania tak patah semangat. Ia terus berusaha menajamkan insting bisnisnya dengan mengikuti berbagai kesempatan yang bisa membuatnya menjadi lebih matang.

Pada 2016, Vania mengikuti Wirausaha Inovatif Berbasis Sosial Lingkungan (WIBSL) yang diadakan Innotech dan Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) atau Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna. Ia terpilih sebagai juara dalam kompetisi ini.

Dari sini pula Vania belajar banyak hal, terutama dari para pengusaha yang telah mapan.

“Di PPK berproses beberapa bulan, dari online, karantina, pameran, presentasi. Saat itu menang dan dapat bantuan Rp 50 juta. Banyak dapat support, pengayaan karena dipertemukan dengan para entrepernuer yang sudah establish, ikut pameran-pameran, termasuk di Galeri House of Sampoerna,” ujar peraih Young Eco Hero dari Action for Nature (2008) di Amerika Serikat ini.

Ia juga mengaku mendapatkan kesempatan untuk mendalami mengenai bisnis sosial di PPK Sampoerna.

“Jadi waktu ikut WIBSL Sampoerna dan Innotech itu, kami dipertemukan langsung dengan para praktisi bisnis sosial yang udah mapan di bidangnya, misalnya Javara. Jadi bisa belajar langsung dari yang sudah ngejalanin. Oh, bisnis sosial itu seperti ini, bisa menggali story-nya,” kata Vania.

Ke depannya, Vania berharap agar produk daur ulang dan ramah lingkungan semakin diminati di Indonesia. Oleh karena itu, untuk saat ini, ia fokus mengembangkan pasar dalam negeri. Alasannya, tujuan dari bisnis sosial yang dijalaninya adalah mengedukasi masyarakat Indonesia soal lingkungan.

Kepada para generasi muda yang ingin berwirausaha, ia berpesan, agar mewujudkan mimpi. Tak hanya bermimpi, tetapi juga melakukan aksi. Apalagi, jika bisa bermanfaat bagi masyarakat.

“Business plan terbaik adalah business plan yang dilakukan. Selain direncanakan, juga harus aksi. Percayalah, ketika kita sudah melakukan aksi, banyak hal yang di luar perkiraan kita,” ujar Climate Champion British Council East Asia Region 2010 ini.